FASHION HIJABERS METAL DALAM SUB-CULTURE MUSIK METAL


Pada mulanya sub-culture musik metal sudah masuk dalam stereotip budaya laki-laki, karena musik metal mayoritas peminatnya adalah laki-laki. Budaya musik metal selalu merepresentasikan fashion individu yang "gelap" dan "kelam". Perwujudan perempuan berhijab di dunia sub-culture musik metal sampai saat ini dapat dikatakan masih relatif sedikit, terutama di negara-negara bagian timur, seperti Indonesia. Posisi hijabers metal masih sering dipengaruhi oleh berbagai macam pandangan seperti adat istiadat, agama, sosial dan budaya. Keberadaan hijabers metal masih kurang mendapat respon baik di sub-culture musik metal, karena citra perempuan berhijab memang pada umumnya adalah perempuan agamis, kalem, anggun, dan mungkin masih banyak yang tidak dapat saya sebutkan. Norma-norma perempuan berhijab tentu sangat berbeda dengan norma budaya musik metal. 

Pada hakikatnya, tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mengubah stigma sub-culture ini dengan fashion yang sudah mendarah daging. Walau bagaimanapun, berhubungan dengan identitas diri hijabers metal dalam komunitas musik ekstrim, serta usaha mereka untuk mengubah citra musik metal dan melahirkan suatu identitas baru melalui fashion menjadi sebuah fenomena sosial yang cukup menarik untuk dikaji. 

Dalam konteks musik ekstrim (metal), golongan perempuan menempatkan dirinya sebagai gender yang berbeda dalam sub-culture musik metal yang pada akhirnya identitas diri mereka dapat terwujud. Metalhead perempuan memaksa menggeser kedudukan gender mereka ke tingkatan yang lebih tinggi, supaya muncul kesetaraan dengan kedudukan gender laki-laki. Maka dari itu, metalhead perempuan ini terus menerus menggunakan produk sub-culture musik metal, bertindak layaknya memiliki identitas laki-laki serta menjalankan nilai budaya maskulin agar dapat diterima dalam kebudayaan musik metal. 

Seiring berjalannya waktu, perkembangan musik metal sebagai medium perlawanan terhadap budaya dominan menjadi menarik untuk dianalisis karena pada hakikatnya akar musik metal ini menjadi komoditi atas penemuan trend baru. Fashion yang merupakan bagian daripada trend sangat erat hubungannya dengan musik, keduanya berkembang namun asasnya tetap sama yaitu gaya. Dalam perjalanannya, gaya sub-culture musik metal telah berkembang, terutama dari segi fashionnya dengan simbol sebagai inovasi untuk berkomunikasi dengan individu yang awam dengan sub-culture mereka. Namun fashion tidak selamanya menunjukkan simbol, akan tetapi ideologi tersembunyi dari sub-culture tersebut, yang sejatinya adalah sistem pemikiran, sistem kepercayaan atau sistem simbolik yang berkaitan dengan tindakan sosial atau politik praktis. Maka, dapat disimpulkan bahwa ideologi yang dianut oleh sub-culture dapat dikomunikasikan di balik fashion, sehingga masyarakat sosial dapat mengakui keberadaannya.

Jika dikaitkan dengan konteks perlawanan terhadap fashion musik metal kepada perempuan, maka dapat disimpulkan kepada perselisihan antara diri mereka dengan norma-norma yang dominan. Mengkonsumsi musik metal tidak hanya untuk kepuasan emosi, namun untuk mencapai kepada ideologi yang sedang diperjuangkan. Perempuan yang tergabung dalam sub-culture musik metal secara psikologi merupakan golongan perempuan pejuang dan perempuan kritis. Karena nya musik dan fashion musik metal menjadi penggambaran diri mereka sesuai dengan ideologi musik metal yang berasas pemberontakan. Menurut Davis, seorang ahli sosiologi, citra kehidupan seseorang dapat mencerminkan identitas diri dan tingkah lakunya. Pendapat tersebut kemudian diperkuat oleh Prabasmoro yang menjelaskan bahwa kehidupan sehari-hari kita sesungguhnya adalah pilihan, maka setiap pilihan (produk, fashion, musik) yang kita konsumsi adalah untuk kelangsungan hidup sehari-hari, dan itu adalah identitas diri kita. Warna musik juga dapat mewakili diri perempuan ataupun laki-laki dalam sub-culture musik metal dan fashion dapat diterjemahkan sebagai soundtrack hidup mengikuti keadaan sosial yang dialami.

Gaya berpakaian dalam fashion musik metal juga semakin beragam. Motif viking dan ksatria ala abad pertengahan juga diadopsi oleh penikmat musik metal. Di samping itu, fashion yang menunjukkan kebebasan, kejantanan, dan penghormatan sebagai seorang ksatria juga digunakan oleh hijabers metalhead sebagai bentuk perlawanan terhadap metroseksualiti. Di Indonesia, penikmat musik heavy metal lebih banyak dikait-kaitkan dengan sub-genre thrash metal dalam isu-isu fashion metal seperti baju hitam, jeans hitam, dan sneakers hingga boots. Gaya sederhana ini jika dibandingkan dengan fashion death metal dianggap sesuai dengan iklim Indonesia yang tropikal. Fashion bukan satu-satunya penunjuk identitas sosial, namun juga menjadi gaya hidup yang dikaitkan dengan kepribadian, ekspresi diri, dan kesadaran diri. Hal ini menjadi pembeda dengan masyarakat awam. Gaya hidup yang diwakili oleh fashion merupakan satu perkara bagaimana kita menyelaraskan diri dengan apa yang kita inginkan, kita percaya dan mungkin lebih penting bagi kemaslahatan orang banyak, dan itu membuat kita merasa lebih baik.

Hijabers metal memasuki masa popularitasnya di tahun 2000an. Banyak wanita turut menggiati musik arus bawah tanah ini. Fenomena tersebut sempat menjadi perhatian publik. Di Indonesia, menerima baik keberadaan hijabers metal dalam sub-culture musik metal, namun ini bukan perkara mudah. Budaya dalam ruang yang didominasi oleh ideologi patriarki membuat hijabers metal sukar untuk mengekspresikan diri. Di Indonesia, khususnya di lingkungan kebudayaan Jawa, meyakini konsep bahwa kodrat perempuan sebagai makhluk dengan tugas utama dan mulia yaitu sebagai penyambung keturunan, lemah lembut, lebih emosional, dan secara fisik umumnya kurang kuat dibandingkan laki-laki. NIlai-nilai tersebut menjadi halangan bagi hijabers metal daalm sub-culture musik metal untuk mengekspresikan diri baik melalui musik maupun fashion musik itu sendiri.

Namun demikian, hijabers metal yang langsung turut memainkan musiknya justru memberikan kesan kehidupan baru bagi kancah musik ekstrim. Ditambah dengan fashion mereka yang tentu berbeda dengan kaum laki-laki serta kaum perempuan metalhead non hijab. Hal tersebut merupakan perwujudan diri mereka sehingga muncul istilah dari kaum ekstrim yaitu "hijab metalhead". Ini sebuah fenomena identitas baru.

Jika dilihat secara saksama, fashion musik metal memang menggoda selera kaum-kaum pecinta musik ekstrim. Dengan warna hitam yang begitu mendominasi menjadikan sebuah bukti identitas hijabers metal yang pada akhirnya muncul kesan keras. Secara psikologis, warna hitam mengandung kesan mistis, kelam, dan gelap. Oleh karena nya, nuansa hitam sangat identik dengan hal negatif seperti kematian dan kejahatan. Ini hanya kesan saja. Warna hitam digunakan oleh hijabers metal dengan tujuan untuk menyampaikan makna dan nilai seperti kekuatan, pemberontakan, dan maskulinitas. Warna hitam dalam komunitas musik metal merupakan fungsi daripada medium penyampai sebuah identitas. Dengan memakai fashion yang digemari dan disukai maka individu tersebut sejatinya hendak menyatakan eksistensi diri mereka kepada khalayak ramai.

Dalam buku David Chaney mengenai gaya hidup, beliau menulis tentang identitas dan diri seolah-olah perkara yang sama. Setidaknya kemungkinan membedakan antara keduanya patut dipertimbangkan karena individualitas dan identitas dapat dilihat dalam pilihan gaya hidup. Namun hijabers metal tidak begitu saja mengabaikan diri mereka sebagai perempuan muslimah, walaupun identitas mereka secara sadar maupun tidak sadar telah dimanipulasi oleh sub-culture musik metal.

Para hijabers metal sadar bahwa keprihatinan mereka terhadap kehidupan adalah monoteisme, walaupun pada masa yang sama mereka tertarik terhadap gaya hidup dengan memakai fashion musik metal, agar identitas diri yang terkandung akan dikekalkan. Prinsip azas ajaran Islam adalah prinsip Tauhid, dengan kata lain, ke Esa-an Tuhan mesti jadi yang utama bagi kehidupan manusia dalam hidup mereka di bumi. Mengekalkan keseimbangan identitas tidak mudah terutama pada era postmodern ini. Manusia telah memasuki era masyarakat industri yang banyak menghapus nilai-nilai kemanusiaan.

Pada umumnya hijabers metal tetap berusaha untuk menyeimbangkan gaya hidupnya. Mereka menyadari bahwa pengaruh modernisme seperti fashion metal memang dapat mempengaruhi identitas diri. Akan tetapi hijabers metal tetap dapat menyeimbangkan melalui pengetahuan agama yang kuat sehingga identitas hijab (keislaman) tetap terjaga dengan baik. Modernisme sejatinya berupaya untuk menyatukan seluruh umat manusia melalui nilai universalisme, akan tetapi pada waktu yang bersamaan justru memusnahkan nilai agama dan ideologi. Seiring dengan bertambahnya usia mereka dan pemahaman atas ajaran agama Islam, tentu golongan hijabers metal lebih mudah untuk menyeleksi dan juga menyaring pengaruh musik metal seperti fashion dan gaya-gaya yang dicipta kepada identitas mereka.

Terimakasih sudah membaca. I Love You.

Tinjauan Sumber :
Chaney, David. 1996. Lifestyle. New York: Routledge.

Muhammad, H. 2013. Bukan Soal Tubuh Tetapi Ruh. Jurnal Perempuan, 77, 103-113.

Prabasmoro, A. P. 2006. Kajian Budaya Feminis (Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop). Yogyakarta: Jalasutra.




Komentar

Postingan Populer