RUPA-RUPA INFORMASI MUSIK DALAM SPOTIFY


Spotify merupakan layanan musik alir, siniar, dan video komersial asal Swedia. Spotify menyediakan hak digital manajemen yang dilindungi konten dari label rekaman dan perusahaan media. Spotify diluncurkan pada September 2008 oleh Swedia startup Spotify AB. Pada Juni 2015 Spotify memiliki lebih dari 75 juta pengguna aktif, termasuk sekitar 20 juta pengguna berbayar. Jumlah pelanggan dibayarkan mencapai 30 juta pada Maret 2016. Spotify Ltd beroperasi sebagai perusahaan induk yang berkantor pusat di London, sementara Spotify AB menangani penelitian dan pengembangan di Stockholm.

Spotify, bersama-sama dengan industri musik streaming pada umumnya, menghadapi beberapa kritik dari seniman mengklaim mereka sedang tidak adil kompensasi untuk pekerjaan mereka sebagai penurunan penjualan musik download dan streaming musik meningkat. Tidak seperti fisik atau penjualan download, yang membayar harga tetap per lagu atau album, Spotify membayar seniman berdasarkan pangsa pasar mereka. Dalam artian jumlah genre lagu mereka sebagai proporsi dari total lagu streaming pada layanan. Spotify mendistribusikan sekitar 70% untuk pemegang hak, yang kemudian akan membayar seniman berdasarkan perjanjian masing-masing. Tak terduga, dan beberapa mengatakan tidak memadai, sifat kompensasi ini, yang telah dihitung menjadi serendah US$0,0011 per streaming. Ini menyebabkan kritik dari artist, Terutama, Thom Yorke dan discography Taylor Swift telah menarik karya nya dari Spotify, dengan mengklaim "Saya tidak bersedia untuk memberikan kontribusi karya hidup saya untuk percobaan yang saya tidak merasa cukup mengkompensasi para penulis, produser, artis, dan pencipta musik ini". 

Pembahasan di atas tidak akan saya lanjutkan lagi, karena dalam sesi ini saya akan membahas apa-apa yang berhubungan dengan Spotify, baik tekstual maupun kontekstualnya.

Daftar lagu yang dijajakan oleh Spotify memang menarik, dan bisa dikatakan semakin hari semakin lengkap. Namun jika kita tarik mundur ke belakang, layanan streaming ini baru masuk Indonesia tiga tahun lalu. 

Akhir tahun adalah waktunya pengguna Spotify menerima laporan pertanggungjawaban bernama Spotify Wrapped. Laporan ini berisi rekap unik untuk setiap pengguna layanan streaming tersebut, tentang informasi aktivitas mendengarkan musik dan podcast setahun terakhir. Tak cuma itu, data tentang selera para pendengar turut ikut dirangkum dalam Spotify Wrapped. Karena memang sangat personal, beberapa hari terakhir orang-orang berbondong-bondong mengunggah LPJ tersebut di Insta Story dan Twitter masing-masing.

Data tersebut lalu diakumulasikan untuk menggambarkan selera orang satu negara dan seluruh dunia. Berhubung 2019 merupakan tahun pergantian dekade, perusahaan streaming musik Swedia ini juga membuat daftar lagu, musisi, playlist, dan podcast paling banyak disimak sepanjang 2009-2019. Secara global, Drake menempati peringkat satu sebagai artis paling banyak didengar lagunya 10 tahun terakhir. Peringkatnya diikuti Ed Sheeran, Post Malone, Ariana Grande, dan Eminem. Meski secara total Drake masing menang dari Ed, namun lagu "One Dance" milik Drake yang diputar 1,7 Miliar kali masih kalah dari lagu Shape of You Ed yang menjadi lagu paling populer di Spotify dengan 2,4 miliar kali pemutaran.

Namun sebagian besar konsumen layanan streaming seringkali menganggap musik sekadar latar menenangkan hati atau sebagai teman berkegiatan, bukan untuk mendengarkan secara mendalam. Mereka kerap tidak terlalu peduli untuk mengetahui nama musisi atau judul lagu yang ada pada playlist yang didengar. Pendengar musik seperti ini dikategorikan sebagai pendengar kasual yang punya kecenderungan pasif, dibanding konsumen yang fokus menggemari album atau lagu musisi tertentu.

Pada umumnya pendengar kasual hanya mengonsumsi playlist yang terpampang pada halaman utama di layanan musik streaming. Ciri-ciri lain pendengar kasual adalah jarang sekali mengambil resiko. Alih-alih mendengarkjan setiap lagu hingga selesai, ibu jari mereka mudah menekan tombol skip ketika mendapati lagu yang tidak sesuai selera, atau yang dirasa mengganggu alur lagu-lagu pada playlist. 

Perilaku pendengar kasual akhirnya berpengaruh pada estetika sebagian musisi. Artis yang sadar perubahan selera lantas membuat musik yang lebih ramah streaming. Tepatnya memakai formula hook dan chorus yang datang lebih cepat, serta nuansa musik yang tepat guna untuk ditempatkan pada berbagai playlist menurut suasana hati dan aktivitas lainnya yang bertebaran di layanan musik streaming . Hook dan chorus yang datang lebih awal juga menyesuaikan perhitungan baku pada layanan streaming, di mana lagu akan dihitung satu stream jika didengar melebihi durasi 30 detik.

Tipe musik ramah streaming tersebut digolongkan sebagai sebuah aliran musik baru yang dijuluki sebagai Spotifycore oleh Jon Caramanica, kritikus musik dari The New York Times. Musik yang dilabeli sebagai Spotifycore ini sebenarnya merupakan hasil penulingan dari Pop/Elektronika dengan ketukan drum Hip Hop/EDM (Elctronic Dance Music) bertempo lambat, dicampur sensitivitas melodi R&B/Soul kiwari.

 Beberapa musisi internasional kini dianggap pengusung Spotifycore, antara lain Sasha Sloan, Charlotte Lawrence, dan tentunya bintang pop yang sedang menanjak, Billie Eilish yang ditahbiskan menjadi ratu dari Spotifycore melalui debut albumnya.

Mengapa musik semacam ini diberi embel-embel Spotify, walaupun produk resmi raksasa streaming asal Swedia itu? Penyebabnya tentu agresivitas pemasaran Spotify membungkus lagu-lagu dengan tipikal tertentu, untuk dijajakan sebagai latar pelipur suasana hati atau teman berbagai aktivitas sehari-hari. Oleh sebab itu kita sering mendapati aneka ragam playlist dengan unsur "Chill" dan juga playlist yang muncul di waktu-waktu tertentu, dengan berbagai judul macam santai, kopi, bahkan mager.

Hal ini bukan sebuah tren baru. Musik menenangkan selalu mendapat tempat di telinga pendengar musik dari masa ke masa. Sejarahnya merentang panjang jauh sebelum era streaming. Rekaman musik orkestra dan karawitan kerapkali menjadi musik latar untuk makan malam atau aktivitas relaksasi. Tren serupa berlanjut hingga memakai istilah musik lounge yang biasa diputar pada pesta cocktail dna lobi hotel.

Perkembangan musik santai di Indonesia tiga tahun terakhir didominasi musik pop akustik dengan denting gitar dan lantunan suara lembut, yang kerap diputar di banyak kedai kopi kekinian. Belakangan ini kerap muncul istilah Folk Senja, untuk lagu-lagu dengan melodi pop dan lirik puitis era caption instagram yang dibungkus kemasan musik Folk lengkap dengan gitar akustik dan kebersahajaannya. 

Memasuki 2019, berdasarkan karakter beberapa rilisan lokal, mulai ada indikasi pergeseran bentuk musik santai dari bentuk sebelumnya yang berbasis akustik beralih menjadi bentuk musik elektrik dengan dominasi bunyi synthesizer yang mirip langgam Spotifycore. Jika gaungnya belum begitu terasa di Tanah Air, itu karena mayoritas rilisan bernuansa Spotifycore datang dari nama-nama baru di Industri musik Indonesia.




Komentar

Postingan Populer